Kisah-Kisah Kuno Yang Dijiplak Allah swt Bagi Qur’an-NYA
Adalah keyakinan fundamental orang Muslim bahwa Quran adalah firman Allah, dan oleh karena itu tidak mengandung sumber-sumber manusiawi. Ada orang-orang Muslim ortodoks yang bahkan mengklaim bahwa Quran itu kekal dan suatu salinan yang sempurna senantiasa disimpan Allah di surga. Namun walaupun demikian, ada pandangan kuat dari mereka yang mendengar Quran pertama kalinya yaitu bahwa Muhammad hanyalah mengulangi materi yang sudah tidak asing lagi.
“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat yang seperti ini), kalau kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini, (Al Quran) ini tidak lain hanyalah dongeng-dongengan orang-orang purbakala” (Quran 8:31, lihat juga Quran 6:25).
Ternyata gugatan ini sangat akurat mengingat kita tidak hanya dapat menunjukkan bahwa Quran memang memuat “dongeng-dongeng orang purbakala”, namun kita juga mampu menunjukkan dengan tepat hal “purbakala” yang mana yang disalin Muhammad kepada materinya. Sisa akhir bagian ini akan menunjukkan darimana Muhammad mendapatkan materinya, sehingga membuktikan bahwa yang dianggap “perkataan literal Allah” memuat sejumlah besar ayat-ayat yang diplagiat. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:
Quran 21:51-70 (dimana Ibrahim mempermasalahkan penyembahan berhala ayahnya) adalah pengutipan ulang mentah-mentah ilustrasi bahayanya penyembahan berhala yang diciptakan oleh seorang Rabi Yahudi (Rabi Hiyya) yang dikisahkan ulang dalam Midrash Rabba.
Kisah ini tidak dipandang sebagai terinspirasi atau otoritatif (dan oleh karena itu tidak menjadi bagian dari kitab suci Yahudi maupun Kristen). Alih-alih hanya dipandang sebagai sebuah perenungan mengenai bahaya menyembah berhala. Namun, dengan utuh kisah ini dimasukkan ke dalam Quran sebagai bagian dari firman kekal Allah. Harus diperhatikan bahwa kisah ini berasal dari masa yang sangat jauh sebelum kedatangan Islam karena penafsirannya mengenai reaksi Ibrahim terhadap penyembahan berhala, didiskusikan oleh cendekiawan Kristen Jerome (wafat pada 420 M).
Juga disebutkan di dalam “Kitab Perayaan-perayaan” Yahudi (dimana kitab yang tertua bertanggal dari sekitar awal abad ke-2 M) dan dalam Talmud Babilonia. Untuk mengilustrasikan betapa Muhammad sangat bergantung pada Mishnah dalam menceritakan ulang kisah ini, saya akan mereproduksi kembali teks Yahudi berikut dengan referensi-referensi yang senada dari Quran dalam kurung. (Ayat-ayat Quran seutuhnya dapat ditemukan dalam Catatan Akhir):
“Dan Haran wafat di hadapan Terah ayahnya R. Hiyya cucu dari R. Ada dari Yafo [dikatakan]: Terah adalah seorang penyembah berhala (Quran 21:51). Suatu hari ia pergi ke suatu tempat (Quran 21:57), dan memberi kuasa kepada Avraham untuk menjual [berhala-berhala]. Bila ada orang yang datang untuk membeli, ia akan berkata kepadanya: “Berapa usiamu?” [si pembeli] akan menjawab: “Lima puluh atau enam puluh tahun”. [Avraham] akan berkata: “Celakalah orang yang berusia enam puluh tahun dan ingin menyembah sesuatu diusia tua”. [si pembeli] akan merasa malu lalu pergi. Suatu hari seorang perempuan datang, dengan membawa sebuah keranjang berisi tepung yang sangat baik. Ia berkata: “Nah, persembahkanlah ini kepada mereka”. Abraham mengambil sebuah tongkat, dan memukul semua berhala itu, dan menaruh tongkat itu di tangan berhala yang terbesar dari semua (Quran 21:58) [Abraham] berkata: “Akankah aku menyembunyikan apapun dari ayahku? Seorang perempuan datang, membawa sekeranjang tepung yang baik. Ia berkata: “Nah, persembahkanlah ini kepada mereka”. Ketika aku mempersembahkannya, satu berhala berkata: “Aku akan makan terlebih dahulu”, dan yang lainnya berkata, “Tidak, aku akan makan terlebih dahulu”. Lalu yang terbesar di antara mereka bangkit dan memukul semua yang lainnya. (Quran 21:63) [ayahnya] berkata: “Apakah engkau mempermainkan aku? Apakah mereka tahu apa-apa?” [Abraham] menjawab: “Apakah telingamu tidak mendengar apa yang dikatakan mulutmu? Ia mengambil [Abraham] dan menyerahkannya kepada Nimrod. [Nimrod] berkata kepadanya: “Marilah kita menyembah api”. [Abraham berkata kepadanya]: “Jika demikian, marilah kita menyembah air yang memadamkan api”. [Nimrod] berkata kepadanya: “Marilah kita menyembah air”. [Abraham berkata kepadanya]: “Jika demikian, marilah kita menyembah awan yang memuat air”. [Nimrod] berkata kepadanya: “Marilah kita menyembah awan”. [Abraham] berkata kepadanya: “Jika demikian, marilah kita menyembah angin yang menyerakkan awan”. [Nimrod] berkata kepadanya: “Marilah kita menyembah angin”. [Abraham] berkata kepadanya: “Jika demikian, marilah kita menyembah manusia yang mengalahkan angin”. [Nimrod] berkata kepadanya: “Bicaramu tidak masuk akal; aku hanya bersujud kepada api. Aku akan melemparkanmu ke dalamnya” (Quran 21:68). “Kiranya Tuhan yang engkau sembah datang dan menyelamatkan engkau darinya”. Haran ada disana. Ia berkata [kepada dirinya sendiri]: “Bagaimanapun juga, jika Abraham berhasil, aku akan berkata aku bersama Abraham; jika Nimrod berhasil, aku akan berkata bahwa aku bersama Nimrod. Lalu Abraham masuk ke dalam perapian dan diselamatkan (Quran 21:69). Mereka bertanya [kepada Haran]: “Dengan siapakah kamu [bersekutu]?” Ia berkata kepada mereka: “Aku bersama Abraham”. Mereka memegangnya dan melemparkannya ke dalam api dan perutnya terbakar. Ia keluar dari api dan wafat di hadapan Terah ayahnya. Inilah makna dari ayat ini: Dan Haran wafat di hadapan Terah”.
Quran 5:35 (dimana seekor Gagak menunjukkan Kain bagaimana cara mengubur adiknya yang mati) memiliki daftar silsilah yang panjang dalam cerita rakyat Yahudi. Kisah ini diceritakan dalam kumpulan mitos dan fabel Yahudi yang dikenal sebagai “Pirke Rabbi Eliezer” yang merupakan bagian dari Midrash (yang kemudian menjadi bagian dari Talmud). Di dalam Midrash, dicatat bahwa yang menguburkan jasad Habel adalah Adam, namun sisa kisah selanjutnya adalah sama. Perbedaan ini konsisten dengan pengisahan ulang secara oral sebuah cerita yang sudah dikenal, yang kemungkinan besar juga didengar Muhammad. Tautan Yahudi dengan bagian dari Quran ini terbukti tanpa adanya keraguan oleh ayat yang mengikuti “pelajaran penguburan” oleh Gagak. Dikatakan bahwa: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi”. (Quran 5:32)
Jika diperhatikan ini adalah klaim yang sangat aneh. Apakah kaitan Gagak dengan pembunuhan atau membiarkan hidup banyak orang? Namun, Quran mengatakan bahwa penyisipan ini dilembagakan sebagai “suatu hukum” yaitu oleh karena apa yang telah terjadi dengan si Gagak. Setidaknya dapat dikatakan hubungan ini sangat janggal. Namun, ketika Midrash (sumber orisinil kisah ini) diperiksa, maka semuanya menjadi jelas. Demikianlah Midrash Sanhedrin menafsirkan teks ini: “Kami mendapati dalam kasus Kain yang membunuh saudaranya. ‘suara dari darah adikmu menjerit’ (Kejadian 4:10). Disini bukanlah darah dalam bentuk tunggal, tetapi darah dalam bentuk jamak, yaitu, darahnya sendiri dan darah keturunannya. Manusia diciptakan tunggal untuk menunjukkan padanya siapa yang membunuh seseorang maka akan diperhitungkan kepadanya bahwa ia telah membunuh seluruh ras, tetapi dia yang memelihara kehidupan satu orang maka diperhitungkan kepadanya bahwa ia memelihara seluruh ras” (Mishnah Sanhedrin 4:5). Tiba-tiba semuanya masuk akal. Bukan hanya Muhammad melakukan plagiat terhadap sebuah kisah Yahudi kuno, ia juga membuat penafsiran seorang Rabi Yahudi mengenai insiden ini menjadi perkataan Allah!
Quran 27:40 (yang mengisahkan Salomo dan Ratu Syeba) menjiplak masnuskrip Yahudi lainnya yang jauh lebih tua yaitu Targum Esther yang ke-2 (Targum Sheni). Teks seutuhnya dari kisah ini dalam kedua dokumen dapat dilihat dalam Catatan Akhir dan bahkan perbandingan superfisial pun akan semakin memperjelas darimana Muhammad mendapatkan materinya.
Quran 19:29-31 dan 3:46 mengklaim bahwa Yesus dapat berbicara sejak Ia masih dalam buaian. Ini bukanlah hal yang kita temukan dalam Injil kanonik Kristen. Namun demikian, kisah ini muncul dalam Injil apokrifal (ekstra Biblikal) dari belahan dunia tempat tinggal Muhammad. Demikianlah Injil Arabik mengenai masa kanak-kanak Sang Juruselamat (ditulis pada permulaan abad ke-5) berbicara mengenai Yesus dalam buaian:
“Kami mendapati apa yang terdapat dalam kitab Yusuf Sang Imam Besar, yang hidup pada masa Kristus. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah Kayafas. Ia mengatakan bahwa Yesus telah berbicara, dan sesungguhnya ketika Ia masih terbaring dalam buaian (Ia) berkata kepada Maria ibu-Nya: ‘Aku-lah Yesus, Putra Elohim, Sang Logos, yang telah engkau lahirkan, seperti yang disampaikan malaikat Gabriel kepadamu; dan Bapa-Ku telah mengutus Aku bagi keselamatan dunia”.
Muhammad jlas tidak mengetahui asal mula aktual kisah ini, yaitu bahwa kisah ini tidak muncul dalam Injil, dan oleh karena itu bersedia memberikan kisah ini status mulia sebagai Perkataan Allah.
Quran 3:49 dan 5:110 keduanya menggambarkan bagaimana Yesus mampu memberikan nafas hidup kepada burung dari tanah liat yang dibuat-Nya. Sekali lagi, ini bukanlah bagian dari Injil Kanonik, tetapi juga berasal dari Injil Arabik Masa Kanak-kanak Sang Juruselamat. Muhammad pastilah penggemar berat karya ini! Demikianlah bagaimana Injil ekstra Biblikal terkait dengan kisah ini:
“Dan ketika Tuhan Yesus berusia tujuh tahun, pada suatu hari Ia bersama anak-anak laki-laki lain para sahabat-Nya yang sebaya. Ketika bermain membuat tanah liat menjadi beberapa bentuk diantaranya keledai, lembu, burung dan figur-figur lainnya. Masing-masing membanggakan hasil pekerjaannya dan berusaha untuk mengalahkan yang lainnya. Kemudian Tuhan Yesus berkata kepada anak-anak laki-laki itu, ‘Aku akan memerintahkan figur-figur yang telah Ku-buat ini untuk berjalan. Dan segera mereka pun bergerak, dan ketika Ia memerintahkan untuk kembali, mereka pun kembali. Ia juga membuat burung-burung, yang ketika Ia perintahkan mereka untuk terbang, mereka pun terbang, dan ketika Ia memerintahkan mereka untuk berdiam, mereka berdiam; dan jika Ia memberikan mereka daging dan minum, maka mereka pun makan dan minum. Kemudian anak-anak laki-laki itu pun pergi dan menceritakan hal ini kepada orangtua mereka, para ayah mereka berkata kepada mereka, ‘Perhatikanlah anak-anak, akan masa depan, karena ia adalah seorang penyihir; menyingkir dan hindarilah Ia, dan mulai sekarang jangan bermain lagi dengan-Nya’”.
Sekali lagi, apa yang kita miliki disini adalah peningkatan kisah yang diceritakan di antara orang Kristen di jazirah Arab menjadi sesuatu yang berstatus terinspirasi secara ilahi.
Quran 18:10-22 menceritakan kisah beberapa orang muda yang dihindarkan dari mendengar doktrin palsu sementara dibungkam (dan tertidur) di dalam gua selama berabad-abad. Kisah ini menunjukkan kesamaan yang luar biasa dengan cerita rakyat ortodoks mengenai Tujuh Tukang Tidur dari Efesus.
Namun demikian, Muhammad sangat tidak jelas mengenai beberapa detil termasuk jumlah pasti para tukang tidur tersebut. Oleh karena itu, ia memasukkan pernyataan ini dalam pengisahan ulang cerita tersebut: “Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya." Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit." Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka”. (Quran 18:22)
Jadi disini, Muhammad memperjelas bahwa ia tidak tahu jumlah para “tukang tidur” tersebut dan bahwa hanya Allah (Tuhanku) yang mengetahuinya. Tetapi tunggu dulu! Bukankah semestinya Allah adalah penulis kitab ini? Mengapa ia tidak langsung muncul saja dan mengatakannya pada kita? Ini adalah keceplosan klasik oleh Muhammad (atau siapa saja yang menulis Quran), meminta pertolongan Allah untuk menceritakan kisah tersebut sementara Allah dipandang sebagai pihak yang sedang berbicara!
Di samping kasus-kasus jelas mengenai plagiarisme dari sumber-sumber Yahudi dan Kristen, ada banyak juga contoh lainnya dimana kita dapat menunjuk sumber-sumber Zoroastrian (agama kuno orang Persia) untuk beberapa konsep islami dan Quranik. Ini mencakup yang berikut:
- Ke-99 Nama Allah kemungkinan besar berasal dari 75 Nama Ahura Mazda (‘Dewa yang Baik’ utama dalam Zoroastrianisme) bukan hanya dalam hal konsep tetapi juga berkenaan dengan beberapa nama individual. Banyak dari nama-nama ini nampaknya langsung diambil dari Avesta (salah satu kitab penting dari agama Zoroaster).
- Penggunaan ‘Bismiilah al Rahman al Rahim’ (dalam nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang) yang memulai setiap Sura (bab), kecuali Sura 9, Quran menyalin sebuah karya Zoroaster yang disebut Dasatir I Asmai. Kitab ini memulai setiap 15 babnya dengan formula berikut: “Dalam nama Tuhan, Sang Pemberi, Sang Pengampun, Sang Pemurah, Yang Adil”.
- Yang mendasar bagi konsep keselamatan orang Muslim adalah Sirat Mustaqim, sangat sering diterjemahkan dengan ‘jalan lurus’. Istilah ini kadang digunakan berkaitan dengan jembatan yang sangat tipis yang menggantung di atas neraka yang digunakan orang-orang beriman untuk menyeberang untuk mencapai firdaus. Konsep ini ditiru dari sebuah kitab Pahlavi kuno yang disebut Dinkart.
- Quran 52:20 menjanjikan orang-orang beriman (yang pria): “mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli”. Wanita-wanita ini (disebut ‘huris’ dalam bahasa Arab) berasal dari ‘hurust’ dalam kepercayaan Zoroaster.
Boleh jadi kasus menakjubkan soal Muhammad meminjam kisah adalah dari narasi masa kanak-kanak Budha! Quran menceritakan kisah mengenai Allah menginstruksikan Maryam, melahirkan di bawah pohon, makan beberapa kurma dari ranting yang menjorok kepadanya sementara ia sedang sangat kesakitan melahirkan Isa (Quran 19:22-26). Detil-detil ini diambil dari beberapa catatan mengenai peristiwa kelahiran Budha (termasuk Nidanakatha Jakatam dan Cariya Pitakim, keduanya terdapat di dalam Kanon Pali, yaitu koleksi yang paling sahih dari teks-teks Budhisme). Kisah-kisah tersebut nampaknya sampai ke telinga Muhammad melalui kesukaannya: Injil Arabik masa Kanak-kanak Sang Juruselamat.
Sebagai konklusi, sangat menarik melihat Muhammad begitu sensitif hingga ia menggunakan “kisah-kisah kuno” dalam mengkompilasi Quran. Kemungkinan besar alasan bagi kepekaannya dalam hal ini adalah fakta bahwa, seperti yang telah kita lihat dalam bab ini, itulah yang telah dilakukannya!
Al-Hajjaj, Editor Quran?
Al-Hajjaj Ibn Yusuf Al-Thakafi (660-714 M) adalah seorang pengajar dan pemimpin Muslim mula-mula yang penting yang bangkit menjadi gubernur Baghdad. Ia mengajar bahasa Arab di Ta’if sebelum memulai karir publik. Sebagai seorang yang piawai dalam bahasa Arab, ia dipercayai melaksanakan proyek membuat Quran lebih mudah dipahami. Kebanyakan perubahan yang ia lakukan adalah penambahan tanda-tanda diakritik untuk memudahkan pembacaan teks tersebut. Sudah tentu ia telah melampaui tugasnya untuk memperbaiki. Dikatakan bahwa ia menambahkan lebih dari 1000 ‘alef’ (huruf pertama dalam alfabet Arab) kepada teks Quran.
Yang menarik adalah adanya tradisi yang dipelihara yang menyatakan bahwa Al-Hajjaj membuat tidak kurang dari 11 perubahan terhadap teks aktual Quran. Para apologis Muslim sudah tentu berusaha untuk meragukan akurasi tradisi tersebut, tetapi sangat penting untuk memperhatikan eksistensinya. Berdasarkan hal ini sudah jelas setidaknya ada beberapa pengkompilasi hadith yang berpendapat bahwa mengubah Quran adalah hal yang sangat dapat diterima, hingga ke titik memasukkan deskripsi perubahan-perubahan semacam itu ke dalam kumpulan hadith.
Versi-versi Quran yang berbeda beredar di dunia Muslim
Ada versi-versi Quran yang berbeda yang dijual secara terbuka di dunia Islam (seperti versi Hafs, Warsh, Qalun dan al-Duri). Berbagai belahan dunia Muslim telah memilih satu dari antaranya sebagai yang paling populer dan secara umum telah memilih untuk mengabaikan tiga lainnya. Semuanya memiliki perbedaan-perbedaan besar, hingga kepada kadangkala bahkan mengubah obyek-obyek kata kerja. Sesungguhnya secara umum perubahan-perubahan tersebut bersifat linguistik alih-alih teologis. Namun demikian ini tidak mengubah fakta bahwa tradisi-tradisi tekstual Quran yang berbeda masih ada hingga hari ini.
Bahkan yang semakin menggelisahkan, dari prespektif Muslim, adalah Quran-Quran yang diedarkan oleh beberapa kelompok Syiah yang memuat dua bab (Sura) lebih banyak. Beberapa cendekiawan Syiah berpendapat bahwa bab-bab ini (yang dikenal sebagai Sura al-Nurayn dan Sura al-Wilaya) dikeluarkan dari Quran pada standardisasi teks Quran oleh Uthman. Sekali lagi, eksistensi Sura-sura ini mendatangkan keraguan terhadap keyakinan kuat orang Muslim akan adanya “Quran yang sempurna, yang ditransmisikan secara sempurna”.
Sudah jelas, berdasarkan materi yang dipaparkan di atas, bahwa jauh dari “tidak pernah diubah, tidak pernah digantikan”, sejarah tekstual Quran adalah kekacauan yang rumit. Oleh karena itu, klaim ini hanya dapat dibuat berdasarkan keyakinan, bukan sebagai respon terhadap bukti yang ada.