Syariat Qurban Di Hari Raya Haji, Kini Perlu Dipertanyakan Muslim (Bagian 1)

By Kalangi

 

Adakah dikatakan di dalam Alkitab dan Al-Quran bahwa Ismael itu anak pengorbanan? Banyak Muslim belum tahu, bahwa jawabannya adalah tidak ada!

Alkitab menegaskan anak itu adalah Ishak, Ishak, dan tak lain daripada Ishak! Sebaliknya Quran ragu-ragu, dan hanya berkata dalam kekaburan bahwa anak itu adalah “anak” Ibrahim. Anak yang mana hanya Allah SWT yang tahu persis untuk diriNya, tetapi sesungguhnya telah diketahui dan diumumkan oleh Elohim Alkitab 2600 tahun sebelum itu tanpa bantahan siapapun!

Kisah Ishak sebagai anak-pengorbanan telah tertulis di Kitab Taurat 2600 tahun sebelum Muhammad dilahirkan. Semua nabi-nabi Tuhan tahu bahwa Ishak itulah anak-yang ingin dikurbankan, tak ada ceritanya samasekali tentang Ismail yang “punah” dari sejarah. Namun tiba-tiba ALLAH SWT berwahyu-ulang 2600 tahun kemudian kepada Muhammad tentang kasus pengurbanan yang sama tetapi berbeda dalam setiap detailnya! Tentu saja semua Muslim mengharapkan wahyu ulang ini lebih lengkap dan sempurna ketimbang kisah tua-awal (di Alkitab) yang dianggap telah terkorupsi, bahkan sesat. Akan tetapi sebaliknyalah yang terjadi! Ternyata wahyu ulangan yang dianggap sempurna dari Allah itu tidak bisa dipahami isinya per se oleh siapapun! Maaf, ini bukan kalimat yang didramatisir, melainkan apa fakta seobyektifnya yang dapat Anda simak sendiri tanpa prasangka. Sebab pemahaman Muslim yang ada dimasyarakat saat ini (tentang kasus penyembelihan anak Ibrahim) telah tertanam oleh sisipan tambahan diluar Quran yang dilencengkan dari kisah asli di Alkitab. Sedemikian sehingga rujukan kisahnya terbiasa difahami seperti apa yang ditanamkan, bukan seperti  apa yang di-tanzilkan sebagai wahyu Quranik!

Namun seperti kata pepatah: “The devil is in details”. Setan-setan nyaman bersembunyi dibalik kekaburan sehingga ia mudah berbelit, berkelit, dan balik menfitnah. Jadi kita akan masuk kedalam details agar dapat memperlihatkan dengan sesungguhnya betapa wahyu-ulang itu sendiri total tidak masuk akal, tekor otoritas, tidak bertujuan, dan kehilangan makna ilahinya yang sejati! Mari kita baca pelan-pelan dan masuk kedalam substansi wahyu yang sewajarnya, dipetik dari Quran Surat 37 VS Kitab Kejadian 22:

100. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.

101. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.

102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim  berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu! Ia menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.

103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya),

104. Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,

105. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

107. Dan Kami tebus anak itu dengan (seekor) sembelihan yang besar

108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,

109. (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.”

 

Apa yang dapat Anda lihat?

Pertama
Benar, tak ada muncul nama “Ismail” disitu sebagai anak sembelihan. Kosong! Dan dimanapun di Quran, nama anak-pengurbanan itu dikosongkan oleh Muhammad. Yang ada disebut cuma “sang anak”. Tentu hal semacam ini bukan hal yang kebetulan, melainkan dengan sengaja atau terpaksa.

Muhammad dan juga sahabat-sahabatnya sejak semula belum ada yang mampu membaca Alkitab Ibraninya orang Yahudi. Maka tidak ada yang berani mengklaim atau memastikan itu Ishak atau Ismail. Padahal, jikalau Quran betul wahyu yang didatangkan dari Surga untuk “mengoreksi dan menyempurnakan” Alkitab yang telah tercemar oleh dunia dengan memeteraikan nama Ishak, maka pastilah Allah SWT harus mengumumkan nama Ismail tegas-tegas, bahkan tanpa ragu-ragu perlu memberi maklumat keras: “Salah! Sang anak-kurban adalah Ismail, bukan Ishak seperti yang dipalsukan di Kitab–kitab lain!”

Tetapi Wahyu Islamik tak sanggup bersitegas sejauh itu. Tak ada otoritas apapun yang mendukungnya. Soalnya Muhammad telah mengadopsi sesuatu yang fatal seperti yang diutarakan dalam Hadis Shahih Bukhari Volume 4, buku 55, nomor 583. Disitu dikisahkan betapa Hagar dan Ismail telah terusir dan terpisah total dari Ibrahim sejak Ismail masih menyusu, dan baru setelah Ismail menikah maka ia baru bertemu kembali dengan ayahnya lewat perjalanan bolak-balik yang ketiga dari Palestina ke Mekah! Ini sekaligus mematikan spekulasi para ahli Islam yang mencoba mengklaim anak-kurban itu Ismail, karena “Ismail” yang akan dikurbankan itu hanyalah anak yang menginjak remaja, belum menikah. Semua kisah-kisah akan berbenturan dalam detailnya, khususnya detail “waktu”, apabila Ismail mau dipaksakan menjadi “anak-kurban”.

Selain itu, Tuhan pasti tidak asal sembarangan memilih “anak-kurban” yang hendak dipersembahkan kepada-Nya. Muslim hanya beranggapan bahwa Ismail itu anak sulung, dan karenanya dia yang layak dipilih Allah. SALAH! Anak pilihan (the chosen son) bukannya soal anak sulung, tetapi soal “anak-ahli-waris” atau bukan. Tentu anak gundik tak akan menjadi ahli waris sepanjang istri pertama, Sara, itu “sah permaisuri” bagi Abraham. Itu sebabnya Ishak mendapatkan segala warisan ayahnya Abraham, tetapi anak-anak gundik Abraham hanya mendapatkan sekedar pemberian, dan dipisahkan tempat mereka dengan Ishak. Ini semua terjadi ketika Abraham masih hidup (Kejadian 25:5-6).

Tetapi bukan saja Abraham yang menetapkan Ishak sebagai ahli warisnya, namun dimata Tuhan, Ia sendiri malahan menetapkan Ishak  sebagai anak tunggal, artinya satu-satunya anak Abraham yang sejati! (Kejadian 22:2, 16). Ini adalah soal ketetapan Tuhan, sama halnya dengan Qabil – walau ia anak sulung Adam – namun ia tidak dipilih dan ditetapkan Tuhan, melainkan adiknya Habil yang dipilih Tuhan! (Kejadian 4:4-5, Qs.5:27)

Anak Abraham yang sejati adalah dan hanyalah anak-perjanjian yang Tuhan janjikan untuk diberikan kepada Abraham, Sara, dan Ishak sendiri (Kejadian 17: 16-17, 19, 21, 21:1 dll.). Anak tersebut bahkan sudah ditandai oleh Tuhan sendiri dengan tanda mukjizatnya kepada Sara yang sudah tua dan mati haid (Kejadian 18: 11-14). Muhammad malahan mengungkapkan bahwa Ishak - dan bukan Ismail - yang lahir lewat tanda-ilahi  yang menerobos kemandulan Sara lewat kunjungan para malaikat ketempatnya. Malaikat menyampaikan kabar gembira bahwa Ishak-lah yang  ditetapkan oleh Allah dan dijadikan keturunan kenabian dan Alkitab (Qs.11:70- 73, 29:27). Allah tegas bersabda, “yang akan disebut keturunanmu (Abraham) ialah yang berasal dari Ishak” ( Kejadian 21:12).

Maka dihadapan Allah, Ismail bukanlah betul-betul keturunan Abraham yang hakiki, melainkan seorang “anak-rekayasa” kedagingan hasil akal-akalan Sara yang (dalam keputus-asaannya menanti datangnya anak-perjanjian), justru menyodorkan budaknya kepada Abraham demi untuk mendapatkan anak!

Walau demikian Tuhan yang Mahakasih tetap mengasihi anak hasil sodoran ini. Namun Ismail tidak pernah merupakan anak-perjanjian Tuhan, dan keturunannya tidak  benar-benar disebut sebagai “keturunan Abraham”, berlainan dengan istilah dan pengertian muluk (political correct) yang dunia tetapkan kepada mereka:

“Dan Abraham berkata kepada Allah: "Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!"  Tetapi Allah berfirman: "Tidak, melainkan isterimu Sara-lah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya” (Kejadian 17:18-19).

Tuhan mempertegas ketetapan ini dengan menampik Ismail dengan “TIDAK” dan hanya menyebut Ishak dari jalur Abraham- Sara sebagai “anak tunggal” Abraham. Padahal semua orang tahu bahwa Ishak bukanlah anak sulung secara kedagingan (dalam bahasa biasa kita), sebab hanya anak sulung-lah yang bisa menjadi anak tunggal ketika adiknya belum lahir.

Kedua
Ibrahim samasekali tidak diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih anaknya (seperti yang dipercayai Muslim), melainkan ia hanya bermimpi horror, tentang sesuatu yang menyeramkan tetapi tanpa ada kaitan apapun dengan Allah! Ia bermimpi tentang penyembelihan anaknya (!) tanpa hujan dan angin yang mendasarinya. Maka Ibrahimpun gelisah dan bingung, sehingga mengutarakan mimpinya dan sekaligus minta pendapat kepada anaknya yang walau masih belum dewasa. Tentu saja sang anak (yang sabar itu) lebih bingung dan mempersilahkan apa maunya bapaknya terhadap dia. Sang anak dikatakan sangat sabar, sebenarnya yang tepat adalah sangat bodoh, karena tidak bereaksi atas sesuatu yang jelas-jelas berbahaya bagi dirinya dan ayahnya, bahwa mimpi itu jahat dan bahkan sesat, sebab ALLAH MUSTAHIL membiarkan – apalagi memerintahkan - pembunuhan seorang anak oleh ayahnya yang nabi pula. Ini tidak main-main seperti yang Muslim enteng-entengkan, ini suatu kekejian yang paling fatal yang dapat dilakukan oleh seorang Allah. Mustahi, dan YAKIN bahwa mimpi semacam itu pasti bukan datang dari Allah, melainkan dari SETAN, untuk mengkacaukan semua.

Teman Muslim berdalih, O, itu karena Allah mau menguji iman Ibrahim. Salah besar! Tak ada Allah yang menyuruh orang membunuh lewat mimpi demi untuk mengetahui imannya. Allah sudah paling tahu iman Ibrahim, dan Allah punya sejuta cara lainnya untuk menguji  iman seseorang tanpa usah menentang Hukum Allah sendiri tentang pembunuhan!

Ingat bahwa sebelumnya Abram (nama lamanya) telah “gagal-iman” terhadap janji Tuhan. Ia (bersama Sarai, nama lama isterinya) tidak tegar dan tidak sabar menunggu kelahiran “anak-perjanjian” sehingga menyetubuhi Hagar. Kini Tuhan kembali meneguhkan iman Abraham (nama baru) dengan mengadakan perjanjian-yang kekal untuk Ishak dan keturunannya” (Kejadian 17:18,19). Maka Abraham telah tahu bahwa ia akan mempunyai Ishak, dan Ishak akan mempunyai keturunan seterusnya. Sekalipun sepertinya Tuhan tetap men-test Abraham, tetapi itu hanyalah dilakukan demi mendidik Abraham untuk tetap kokoh mengutamakan kasih kepada Tuhan ketimbang anak yang paling dikasihinya! 

Akan tetapi agenda terbesar dari seluruh peristiwa itu adalah untuk menampilkan maksud maha-besar Tuhan dibalik drama “perintah-pengorbanan” itu. Yaitu penggambaran akan konsep korban penebusan yang Tuhan sediakan bagi keselamatan seluruh umat manusia, dan samasekali bukan menampilkan per-syariatan untuk sesaat menyedekahi daging kurban pada Hari Raya Qurban! Kita akan mengupasnya nanti.

Bandingkan mimpi Ibrahim di Quran dengan perintah langsung dari Tuhan Alkitab kepadanya. Mimpi bisa rancu, meragukan, malahan ngawur, karena one-way, tidak mendapat konfirmasi balik; namun perintah Tuhan langsung memperlihatkan keotentikan dan otoritas-Nya disamping dapat direspon secara timbal balik:

“Setelah semuanya itu Elohim  mencoba (test) Abraham. Ia berfirman kepadanya: "Abraham," lalu sahutnya: "Ya, Tuhan” (respon balik Abraham). Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu." (Kejadian 22:1-2)

Lihat 4 frase perintah Tuhan Alkitab yang tegas disini:

* Tuhan memanggil, “Abraham”, dan dijawab: “Ya, Tuhan” (klik konek dengan Tuhan)

* “ambillah anakmu yang tunggal … Ishak …” (tak ada yang lain, hanya Ishak, yang difahami oleh Abraham, Yakub, Musa, dan semua nabi selama 2600 th)

* “pergilah …” (perintah tegas)

* “persembahkanlah dia sebagai korban bakaran…” (ada ritual, bukan asal bunuh dan sembelih)

* “ke tanah Moria…pada salah satu gunung… (persis lokasinya)

Dan kelak keseluruhan maksud Elohim dengan perintah ajaib ini akan menjadi terang benderang sekaligus mengagumkan!

 

Bandingkan dengan “wahyu” kepada Muhammad yang rancu:

* “Hai anakku” (siapa? kenapa tak berani tambah kata ”Ismail”? bersiasat kata?)

* “aku mimpi menyembelihmu” (menyeramkan! apa nggak datang dari setan? so what? mimpikan bukan perintah?)

* “fikirkanlah apa pendapatmu” (bingung dalam kerancuan, dan berbalik dengan menyerahkan kepada anak yang baru mau remaja tentang pembunuhan terhadap dirinya?…)

* Membaringkan anaknya dimana? Di Mekah?

Jadi tampak terdapat perbedaan pewahyuan keduanya dalam semua segi, antara wahyu asli surga versus dongengan yang diulang-ulang hasil dengar-dengaran ...

Ketiga

Lihat bahwa seluruh narasi surat ini tidak berbicara tentang kurban bagi Allah.
Dan ayat 103 adalah lompatan WAHYU yang tidak bisa difahami orang, kok tiba-tiba kedua anak-beranak ini setuju bahwa sang ayah membaringkan anaknya. Tidak diwahyukan APA PERLUNYA anak itu untuk dibaringkan. Quran bertambah gagal menerangkan penyembelihan itu karena tidak ada pisau atau peralatan apapun lainnya yang diikut sertakan, kecuali pembaringan saja! Padahal semua persiapan  dan alat-alat untuk mempersembahkan kurban telah disebut lengkap 2600 tahun sebelumnya dalam Alkitab, termasuk pisau, kayu, api, dan mendirikan mezbah (tempat meletakkan kurban), dan kurbannya sendiri diletakkan diatas kayu api. Itu adalah  aturan baku sejak dari Kain dan Habel dan Nuh (lihat Kejadian 8:20), Abraham, Ishak, Yakub, sampai kepada Musa dan lain-lain nabi seterusnya untuk melaksanakan sebuah persembahan kurban yang layak  bagi Tuhan.

Jelas Muhammad tidak tahu apa itu Mezbah dan apa itu prosedur persembahan kurban yang layak bagi Tuhan. Alkitab mengungkapkan tidak kurang dari 400 kali apa dan bagaimana itu mezbah (bahasa Ibraninya mizbeah). Itu artinya “tempat pemotongan”, yang khusus untuk melaksanakan ritual persembahan penyembelihan dan pembakaran binatang kurban. Itu dikenal oleh semua nabi-nabi Tuhan kecuali Muhammad seorang! Mezbah dibangun tidak asal-asalan, melainkan dengan susunan batu, kayu, atau tanah, bahkan tembaga atau emas. Ia juga tidak dibangun disembarangan tempat pemukiman umum, melainkan ditempat pilihan khusus dimana kontak antara manusia dengan ilahi telah atau diharapkan akan terjadi!

Kaubuatlah bagi-Ku mezbah dari tanah dan persembahkanlah di atasnya korban bakaranmu dan korban keselamatanmu, kambing dombamu dan lembu sapimu. Pada setiap tempat yang Kutentukan menjadi tempat peringatan bagi nama-Ku, Aku akan datang kepadamu dan memberkati engkau” (Keluaran 20:24).

Abraham dalam sejarah perjalanannya yang panjang dari Ur Kasdim hingga Haran dan Kanaan, tercatat mendirikan sejumlah mezbah bagi Tuhan khususnya ditempat-tempat perjumpaannya atau pengalaman spiritualnya dengan Tuhannya. Misalnya di More dekat Sikhem dimana Tuhan menampakkan diri. Juga diantara Betel dan Ai, ditempat dimana ia memanggil nama YAHWEH (awas, bukan nama ALLAH, Kejadian 12:6-8). Atau kini di tanah Moria yang telah Tuhan tentukan sebelumnya. Mezbah itu adalah penghormatannya yang paling tinggi yang dapat dia dirikan untuk dipersembahkan kehadapan Tuhannya bersama korban bakaran diatasnya! Abraham tidak mengenal tipe “bait-bait” yang lain untuk dia bersembah kepada Tuhannya! Tetapi Muhammad yang tidak tahu apa itu mezbah dan apa ritual persembahan korban yang layak, malah mendongengkan tipe “mezbah-pembaringan” bagi anak Ibrahim, tanpa pisau, kayu, dan api pembakaran.

Dan kelak Muhammad makin berani menspekulasikan Ibrahim pergi ke tanah Arab untuk turut membangun Rumah Tuhan - Baitullah disana, "Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun (untuk tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah)…” (Qs.3:96). Tetapi rumah-sembah macam apakah itu Baitullah? Selama hidupnya Abraham hanya mengenal dan membangun altar Mezbah, bukan “bait-baitan” lain semisal untuk tempat kumpulan manusia-manusia beribadat, melainkan tempat dia sekeluarga mau mempersembahkan korban bakaran kepada Tuhannya! Tetapi lihatlah betapa nekad-nya Muhammad yang kebablasan berspekulasi membuali pengikutnya yang bodoh dan mau ditipu mentah-mentah:

Periwayatan Abu Dhar: "Aku berkata, "O Rasulullah, masjid mana yang pertama dibuat didunia ini?. Dia berkata, "Al-Masjid Al Haram (di Mekah)". Aku berkata, "Mana yang dibangun setelah itu?". Dia menjawab, "Al-Masjidil Al-Aqsa (di Yerusalem)". Aku berkata, "Berapa jangka waktu antara pembangunan kedua bangunan itu?" Dia berkata, "Empat puluh tahun" (Shahih Bukhari 5/585).

NB. Padahal arkeologi dan sejarah mencatat selisih keberadaan Ibrahim (yang dipercaya membangun Baitullah Mekah) dan Raja Solomo (yang membangun Bait Yerusalem) adalah seribu tahun!  Dan manakah yang lebih pertama dibangun oleh Ibrahim: Mezbah di Sikhem (tatkala Abraham masih berumur 75-an) ataukah membangun Baitullah-Mekah bersama anaknya Ismail (tatkala Ibrahim berumur sekitar 100 tahun)?

Kita rekapitulasi sebagian dongengan Muhammad:
Tampaknya Muhammad berusaha “merangkul” sosok Ibrahim (dan Ismail) dan menjadikannya sebagai Bapa Islam yang memulai ritual-islami. Maka terjadilah pendongengan yang terbesar dalam sejarah seolah Muhammad (dari garis keturunan Ismail) adalah penegak agama Ibrahim yang lurus (Qs.6:161, 3:95 dll). Tetapi, seperti yang  telah dikatakan dimuka, bahwa dihadapan Tuhan Ismail bukanlah betul-betul keturunan Abraham yang hakiki. Kini fakta bertambah bahwa Muhammad tidak tahu apa-apa tentang mezbah Abraham, walau Alkitab telah menyebutkan istilahnya sebanyak 400 kali! Kapan Muhammad mendirikan ritual korban bakaran diatas mezbah seperti yang dilakukan Abraham? Kapan Muhammad memanggil Tuhan dengan nama YAHWEH seperti yang diserukan oleh Abraham (Kejadian 12:8). Dan betapa ngawurnya Muhammad berbual tentang pembangunan Baitullah dan Al-Aqsa, serta perjalanannya ke Mekkah menemui anaknya Ismail yang entah sudah jadi Nabi atau belum? Entah kapan dia ditahbiskan Muslim menjadi nabi! Di Mekkah, sang ayah ini tidak mendirikan mezbah maupun mempersembahkan korban bakaran, bahkan tidak melakukan apapun kecuali mengintervensi keluarga Ismail! Sang ayah yang Nabi itu MESTINYA pertama-tama mendamaikan hubungan suami-istri anaknya yang tampaknya tidak harmonis, namun ternyata Ibrahim justru mengisyaratkan agar Ismail menceraikan isterinya! (Shahih Bukhari 4/55/583). Nabi Besar betulan atau hasil fantasi Muhammad? Dan adakah Ibrahim itu pernah melakukan (atau menyerukan orang) untuk memuja dan mencium Batu-Hitam Ka’bah seperti yang Muhammad contohkan?!

Semua-muanya ini, ditambah dengan kenyataan bahwa Muhammad tidak pernah disunat ala Abraham, MAKA atas dasar apakah Muhammad itu bisa-bisa membual-kan dirinya sebagai penegak “agama Ibrahim yang lurus”?! Agama Ibrahim apa yang dia tegakkan? Dan apanya yang lurus?! Semuanya telah bengkok, dijungkir-balik, dikosongkan, dan dibualkannya! Ini adalah sebuah unjuk kenekatan spekulasi yang luar biasa dari pihak Muhammad, demi mencoba menghilangkan setting Israel dan Yudaisme agar mulus menjadi Islam dalam setting Arab (re: kisah Ibrahim-Ismail, Baitullah, kiblat shalat, puasa Ashura, dll). Kita tidak heran bilamana hal itu bisa mengkelabui orang-orang Arab jaman dahulu yang gila dongengan 1001 malam, namun para Muslim yang bernalar universal saat ini tentu harus mempersoalkan kembali dongengan yang membodohi!

Keempat
Menyusuri ayat 104, 105 dan 106, para pembaca Quran pasti dibuat kaget ketika kedua ayah dan anak itu sedang nyaman berserah diri (!) dan sang anak  sedang berbaring, tetapi tiba-tiba datang suara teriakan (dari langit?):  
"Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata…

Tidakkah ini  kalimat-kalimat yang lucu, berantakan, dan tak masuk akal? Yang kehilangan otoritas sebagai sebuah wahyu korektif atas apa yang sudah diwahyukan 2600 tahun sebelumnya?

Tak ada narasi apapun bahwa Ibrahim siap-siap untuk membunuh, tak ada apa-apa yang kritis dan genting, tiba-tiba ada teriakan Allah? Anehnya teriakan itu SAMASEKALI BUKAN (membantah dongengan umum Muslim) teriakan langsung Allah SWT untuk menyetop (menghentikan) TINDAKAN genting Ibrahim terhadap sang anak. Yang Ibrahim lakukan cuma membaringkan anaknya itulah! Teriakan Allah malahan hanyalah sekedar pujian belaka kepada Ibrahim, yang mana samasekali lepas dari konteks drama kritis penyembelihan. Ternyata Allah hanya mencoba meyakinkan Ibrahim yang kebingungan. Dan untuk itu Allah sampai perlu menekankan kata SESUNGGUHNYA sampai tiga kali,  

a. Sesungguhnya Ibrahim telah membenarkan mimpi Ibrahim sendiri

b. Sesungguhnya perbuatan Ibrahim (yang mau membunuh anaknya??) itu adalah perbuatan baik! Sehingga Ibrahim akan mendapat balasan Allah.

c. Sesungguhnya kejadian ini (atau mimpi ini?) adalah sungguh dan benar suatu ujian yang nyata.

Tetapi tiga kata “sesungguhnya” yang begitu royal diucapkan oleh Allah SWT itu justru bisa lebih mengacaukan ketimbang meyakinkan.  

Sebab membenarkan mimpi Anda sendiri untuk membunuh anak Anda sendiri tanpa pasal apapun  itu, apakah itu SUATU IMAN dan PERBUATAN BAIK yang dibenarkan Islam? Adakah Muhammad atau para sahabatnya yang andaikata bermimpi menggorok leher anaknya, lalu benar-benar akan menggoroknya atas nama Allah? Atas dasar apakah maka mimpi membunuh anak itu boleh menjadi suatu perintah wajib bagi Ibrahim? Dan apakah dengan narasi yang hanya berdasarkan 10 ayat Allah diatas, ada orang Muslim beriman yang dapat menyimpulkan bahwa mimpi demikian itu adalah sebuah TESTING IMAN dari Allah? Tidakkah itu justru lebih mungkin testing dari Setan?

Tampaknya Muhammad dan Muslim lupa bahwa untuk mimpi-mimpi yang dianggap sebagai wahyu teramat penting maka Tuhan akan selalu menjelaskannya lewat malaikat, atau akan dinyatakan berkali-kali dengan konfirmasi (lihat mimpi nabi Yusuf dikonfirmasi 2x, Firaun 2x, Petrus 3x dan dikonfirmasi balik 1x, dll). Ini semua agar wahyu-sorga tidak terbaur dengan mimpi fantasi dunia maya. Bagaimanapun, Mahatahu dan Mahadaya cipta Allah tidak akan memilih moda-komunikasi yang begitu kerdil, rancu dan rentan salah paham, untuk menyampaikan sebuah message Tuhan yang terbesar  bagi umat manusia, lewat Abraham, Bapa Bangsa-bangsa dan Nabi yang digelar Sahabat Elohim. (BERSAMBUNG)