Ibadah Haji - Pemujaan Berhala di Arab
Bagaimana bisa Muhammad, seorang penganut monoteisme mutlak, seorang penentang pemujaan berhala sampai menerapkan ketakhyulan pagan kedalam jantung Islam itu sendiri? Banyak sejarawan setuju kalau saja para Yahudi dan Kristen menolak Musa dan Yesus dan menerima Muhammad sebagai nabi yang mengaku mengajarkan agamanya Abraham di Mekah ketika Muhammad masih menganggap Yerusalem sebagai kiblatnya, maka Yerusalem-lah, bukannya Mekah, yang akan menjadi kota Suci, dan Masjid Kubah Kuning-lah bukannya Kabah yang akan menjadi objek takhyulnya.
Oleh: Ibnu Waraq (Eks Muslim)
Bisa dipastikan bahwa dalam banyak ayat Quran “Islam hanya menutup tipis dasar-dasar kaum berhala.”[5] Sebagai contoh dalam surah 113:
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan perempuan perempuan tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki".
Islam mencontek banyak takhyulnya paganisme Arab, terutama dalam hal tatacara dan ritual ibadah haji ke Mekah (lihat surah 2.150; 22.26- 28; 5.1-4; 22.34). Kita juga bisa melihat jejak-jejak paganisme dalam nama-nama para dewa/tuhan kunonya (surah 53.19-20; 71.23); lalu takhyul yang berhubungan dengan jin, dan dongeng-dongeng tua mengenai Ad dan Thamud.
IBADAH HAJI
Orang dari seluruh penjuru dunia datang dan melempar Setan atau mencium batu hitam. Betapa aneh apa yang mereka katakan! Apakah semua manusia ini sudah menjadi buta akan kebenaran? [6]
Hai orang-orang bodoh, bangunlah! Ritual-ritual yang engkau sakralkan adalah ritual tipuan bikinan orang-orang zaman dulu, yang dipenuhi dengan hawa nafsu untuk mendapatkan kekayaan dan mati dalam kesia-siaan (Al-Maari). Aku mencari jalan, tetapi bukan jalan ke Kabah dan masjid, karena yang kulihat disana hanyalah ritual penyembahan berhala dan penyembahan kepada diri sendiri (Jalan Udin Rumi) [7]
"Jika aku tidak menyaksikan Nabi menciummu, Aku pun tidak akan menciummu" (Kalifah Umar Bin Khattab) ketika menunjuk kepada Batu hitam [8]
Dari sudut pandang etika, ziarah ke Mekah dengan semua tahyul-tahyulnya adalah ritual yang kekanak-kanakan, dan ini adalah kesalahan dari monoteisme Muhammad (Samuel Zwemmer) [9]
Seluruh tata cara ibadah haji tanpa malu dicontek mentah-mentah dari praktek ritual pagan pra-islam: “fragmen-fragmen yang tak dimengerti dari budaya kaum berhala diambil begitu saja kedalam islam.” [10]
Ibadah haji ke Mekah dilakukan di bulan Djulhijah, bulan ke-12 kalender muslim. Ibadah haji adalah rukun/pilar Islam kelima, sebuah kewajiban religius yang didasarkan pada perintah dalam Quran. Setiap muslim yang berbadan sehat dan harta cukup harus melakukan ibadah haji sekali dalam hidupnya. Tujuh hari pertama terdiri dari (bisa dikatakan) Umrah, ritual yang juga bisa dilakukan diwaktu-waktu lain kecuali hari ke-8, 9 dan 10 bulan Djulhijah tsb. Ketiga hari tersebut khusus untuk Haji, yang dimulai pada hari kedelapan.
Lima Hari pertama
Ketika para peziarah datang dari luar Mekah, mereka menyiapkan diri agar berada dalam keadaan suci. Setelah memakai pakaian khusus (ihram) dan melakukan wudhu serta sholat yang diperintahkan, mereka memasuki Mekah, dimana lalu disana mereka membuat kurban (membunuh) hewan, memotong rambut, dan boleh melakukan persetubuhan. Lalu sholat lagi di Masjid al-Haram, Mekah, melakukan Thawaf (mengelilingi kabah tujuh putaran) sambil setiap kali satu putaran jika bisa, mencium hajar Aswad (Batu Hitam), jika tidak bisa memberi salam dari jauh pada batu tsb (ketika sejajar) sambil berteriak Auwlohu Akbar. Thawaf dilakukan 4 kali dengan berjalan dan tiga kali dengan berlari-lari kecil, dengan pundak kiri yg tertutup ihram ada disebelah Kabah, pundak kanan terbuka. Lalu para peziarah menuju Makam Ibrahim, disini juga konon tempat Ibrahim sholat menghadap Kabah.
Dikatakan bahwa Ibrahim setelah melakukan sholat lalu ia menuju Hajar Aswad dan menciumnya. Didekatnya ada sumur air Zam-zam, yang menurut Muslim, air tempat Hagar dan Ismail minum. Mereka jika memungkinkan sholat dua roka’at dibelakang makam ini, jika tidak memungkinkan boleh sholat dimana saja di Masjidil Haram.
Hari keenam sampai kesepuluh
Lalu mereka keluar dari masjidil haram melalui salah satu dari 24 pintu (kecuali ketika masuk mereka harus melalui satu pintu yang disebut Hijr Ismail). Keluar mereka harus mendaki bukit Safa, sambil terus baca-baca ayat Quran, diatas Safa mereka menghadap kabah mengangkat kedua tangan bertakbir serta bertahmid dan mengucapkan dzikir tiga kali. Lalu turun dan menuju (berjalan jika bisa mulai berlari pada tempat yang sudah ditandai) ke bukit Marwa, sampai diatas bukit Marwa kembali menghadap kabah mengangkat kedua tangan bertakbir serta bertahmid dan mengucapkan dzikir tiga kali.
Selesai satu putaran Safa-Marwa, dan ini harus dilakukan sebanyak tujuh kali. Ritual absurd ini menandai pencarian air oleh Hagar dulu ketika diusir oleh Ibrahim. Hari keenam bermalam di Mekah.
Hari ketujuh mendengarkan khotbah dari Masjidil Haram dan lalu hari kedelapan berangkat ke Mina, dimana disana melakukan ritual lain dan bermalam.
Hari kesembilan setelah matahari terbit berangkat menuju Padang Arafah dimana mereka melakukan wuquf dan jika memungkinkan tinggal di masjid Nabawi dimana dipercaya Ibrahim mengorbankan anak yang dia sayangi, Ismail. Kurban hewan mengingatkan digantinya Ismail oleh Allah dengan hewan kurban.
Bagaimana bisa Muhammad, seorang penganut monoteisme mutlak, seorang penentang pemujaan berhala sampai menerapkan ketakhyulan pagan kedalam jantung Islam itu sendiri? Banyak sejarawan setuju kalau saja para Yahudi dan Kristen menolak Musa dan Yesus dan menerima Muhammad sebagai nabi yang mengaku mengajarkan agamanya Abraham di Mekah ketika Muhammad masih menganggap Yerusalem sebagai kiblatnya, maka Yerusalem-lah, bukannya Mekah, yang akan menjadi kota Suci, dan Masjid Kubah Kuning-lah bukannya Kabah yang akan menjadi objek takhyulnya.
Frustasi terhadap kerasnya pendirian kaum Yahudi dan sadar bahwa sedikit sekali kemungkinan mereka mau menerima dia sebagai nabi baru, Muhammad dengan enaknya menerima perintah dari Tuhan untuk mengubah arah Kiblat (Surah 2.142-144) dari Yerusalem ke Kabah di Mekah. Dia tahu bahwa dia pada akhirnya nanti akan bisa mengambil Mekah dengan semua hubungan sejarahnya.
Di tahun 6 Hijriah, Muhammad mencoba masuk ke Mekah bersama para pengikutnya tapi gagal. Orang Mekah dan Medinah bertemu di Hudaibiyah. Setelah negosiasi dan diputuskan untuk membuat perjanjian yang disetujui para Muslim, lalu mereka kembali ke Medina dan boleh melakukan ritual haji ke Mekah tahun berikutnya. Muhammad, dengan banyak pengikutnya datang ke Mekah tahun 7H dan melakukan thawaf keliling Kabah, mencium Batu Hitam (hajar aswad) dll sebagai bagian dari ritualnya.
Mekah diduduki oleh Muhammad ditahun berikutnya, 8H. Awalnya banyak orang muslim yang menyelinap bergabung ikut kelompok kelompok orang Arab non muslim lainnya dengan pura-pura ikut ibadah haji, tapi sang nabi tidak ikut. Segera setelah banyak anak buahnya berada disana, sebuah wahyu dari Tuhan turun mengumumkan bahwa semua perjanjian antara para muslim dan kafir harus dicabut, dan setelah itu tak seorangpun yang bukan muslim boleh mendekati Mekah dan/atau melakukan ibadah haji (Surah 9.1-4 dan 2).
Akhirnya, meminjam pernyataan Zwemer; Di tahun 10 Hijriah, Muhammad melakukan ibadah haji ke Mekah, ke altar sembahan nenek moyangnya, dan semua ritual yang sebelumnya milik kaum berhala sekarang menjadi norma-norma ritual islam. Seperti Wellhausen katakan,
“Sekarang kita punya ritual mirip dengan ritual di Calvary (Ketika penyaliban Yesus) tapi minus sejarah the Passion-nya.”
Praktek-praktek kaum pagan dimasukkan kedalam Islam dengan pembenaran lewat legenda-legenda muslim yang dikarang dan ditempelkan pada karakter-karakter yang ada pada Bible, dan keseluruhan legenda (karangan islam) itu hanya fiksi campur aduk belaka.[11]
Islam adalah ciptaan bangsa Arab bagian Tengah dan Barat. Sayangnya, pengetahuan kita tentang agama kaum berhala Arab di daerah ini sedikit sekali. Sedikitnya bukti-bukti prasasti sejarah, membuat para sarjana hanya mengandalkan pada catatan Ibn al-Kalbi (m.819M), penulis The Book of Idols, mengenai nama-nama para dewa/tuhan, nama yang menjelaskan pengikutnya sebagai hamba atau tentang pahala, kemurahan, dll dari dewa anu atau dewi anu; berbagai penggalan puisi pra- islam; dan kiasan-kiasan polemik tertentu yang ada dalam Quran.
Dengan mengutip Noldeke, Kita harus pertimbangkan fakta bahwa Muhammad memasukkan sejumlah praktek-praktek dan kepercayaan-kepercayaan kaum berhala kedalam agamanya, kadang dimodifikasi tapi kebanyakan dijiplak mentah-mentah, dan juga beberapa benda peninggalan kaum berhala, yang sebenarnya aneh bagi para islam ortodoks, dipertahankan sampai saat ini oleh orang Arab.
Diadopsinya sebuah agama baru tidaklah sepenuhnya mengubah kepercayaan yang populer saat itu, tidak pula mengubah konsep-konsep lama yang menyamar dengan nama berbeda, dengan atau tanpa sangsi dari otoritas agama tersebut, pengubahan itu cuma masalah perbedaan pengamatan dan sudut pandang belaka.[12]
Orang mungkin menambahkan bahwa Muhammad dengan lihainya memasukkan beberapa ritual yang sebelumnya dilakukan untuk altar berhala atau altar-altar lokal lain kedalam acara ibadah haji. Masyarakat pra-Islam di Arab tengah terorganisir secara kesukuan, dan tiap suku punya dewa/tuhan masing-masing, yang disembah dalam altar tertentu, bahkan oleh kaum nomad yang berpindah-pindah. Dewa-dewi itu bertempat tinggal dalam batu dan batu itu tidak harus berbentuk manusia. Kadang berupa patung atau kadang hanya berupa batu kotak biasa atau menyerupai manusia. Kaum berhala Arab menganggap bahwa batu-batu yang berfungsi sebagai jimat itu dimasuki oleh kekuatan hebat dan otomatis punya pengaruh hebat pula.
Nama dari dua bukit As-Safa dan al-Marwa adalah nama batu yang disembah sbg berhala oleh orang arab kala itu. Kaum pagan berlari diantara kedua bukit itu utk menyentuh dan mencium (batu) Isaf dan (batu) Naila, berhala tsb yang disimpan disana agar memberi keberuntungan dan nasib baik.
Batu Hitam Keramat dan Hubal Kita punya bukti bahwa Batu Hitam (Hajar Aswad) itu dipuja dibanyak dunia arab; contohnya, Clement dari Alexandria, yang menulis th 190M menyebutkan bahwa “Orang Arab menyembah batu”, mereka percaya pada batu hitam Dusares di Petra.
Maximus Tyrius menulis pada abad ke-2,
“Aku tidak tahu orang-orang Arab menyembah tuhan apa, tuhan yang mereka lambangkan dengan batu kotak segi empat”; dia menyinggung Kabah yang ada Batu Hitamnya. Ke-antik-an batu ini juga terbukti dengan adanya fakta bahwa orang Persia kuno mengklaim Mahabad dan penerusnya meninggalkan/menyimpan batu Hitam di Kabah, bersamaan dengan patung-patung dan gambargambar lainnya, dan bahwa batu itu adalah tanda dari Saturnus. Disekitar Mekah terdapat batu-batu keramat lain yang dijadikan sesembahan/jimat, “tapi mendapatkan takhyul dari Muhammad dengan menghubungkannya pada orang-orang suci tertentu jaman dulu.” [13]
Batu Hitam itu sendiri sebenarnya hanya sebuah meteorit dan niscaya batu itu mendapatkan reputasi sebagai batu yang jatuh dari ‘surga’ juga dari situ. Sangat ironis para muslim memuliakan batu ini sebagai batu yang diberikan pada Ismail oleh Malaikat Jibril utk membangun Kabah, seperti kata Margoliouth, “keasliannya diragukan karena batu hitam pernah diambil oleh orang Qarmatian pada abad ke-4, dan dikembalikan mereka setelah bertahun-tahun kemudian; bisa jadi batu yang mereka kembalikan bukanlah batu yang sama.” [14]
Hubal juga disembah di Mekah, dan patungnya berupa mata warna merah dipasang didalam Kabah diatas sumur kering dimana para peziarah mengucapkan sumpah atau memenuhi nazarnya. Sangat mungkin patung Hubal ini pernah berbentuk manusia.
Posisi Hubal yg ditempatkan disebelah Batu Hitam menyiratkan bahwa ada hubungan antara keduanya. Wellhausen berpikir Hubal aslinya adalah nama Batu Hitam karena nama itu lebih tua dari pada patungnya sendiri. Wellhausen juga menunjukkan tuhan dipanggil sebagai ‘Raja Penghuni Kabah’, dan ‘Raja Mekah’ dalam Quran. Muhammad menentang persembahan di Kabah yang ditujukan pada al-Lat, Manat dan al-Uzza, yang oleh kaum berhala Arab disebut sebagai anak-anak perempuan Allah, tapi Muhammad tidak menyerang pengkultusan Hubal. Dari sini Wellhausen menyimpulkan Hubal adalah Allah itu sendiri, Raja/tuhan/dewa orang Mekah. Ketika orang Mekah mengalahkan sang Nabi dekat Medina, pemimpinnya berteriak, “Hooray utk Hubal.” Mengelilingi altar sembah adalah ritual yang biasa dipraktekkan masyarakat lokal sana. Peziarah ketika berkeliling juga mencium dan membelai patung-patung mereka.
Sir William Muir berpikir bahwa mengelilingi Kabah tujuh kali “mungkin menandakan perputaran benda langit.” [15] Sementara Zwemer menyimpulkan tujuh putaran itu (tiga kali lari, empat kali jalan) adalah “meniru planet luar dan dalam.” [16]
Tak pelak lagi orang-orang arab “periode itu menyembah matahari dan benda-benda langit lainnya.” [17] Konstelasi dari Pleiades, yang katanya bisa menurunkan hujan, dianggap dewa. Ada pengkultusan planet Venus yang dianggap dewi paling hebat dengan nama Al-Uzza. Kita tahu dari seringnya nama-nama dewa dipakai bahwa matahari (Shams) juga disembah. Shams adalah dewi dari beberapa suku yang dihormati dan dibuatkan altar serta patungnya tersendiri. Snouck Hurgronje[18] melihat indikasi ada ritual ‘matahari’ dalam ritual ‘wuquf’ muslim (lihat halaman sebelumnya).
Dewi Al-Lat juga kadang disebut dewi matahari. Dewa Dharrih mungkin adalah dewa matahari terbit. Ritual-ritual muslim yang berlari antara Arafah dan Muzdalifah, Muzdalifah dan Mina, harus dilakukan setelah matahari terbenam dan sebelum matahari terbit. Ini perubahan sengaja yang dikenalkan oleh Muhammad utk menutupi hubungan ritual ini dengan ritual matahari kaum berhala, kepentingan tentang ini akan kita telaah nanti. Penyembahan bulan juga ditunjukkan dengan nama-nama seperti Hilal, Qamaz, dll.
Houtsma [19] menyimpulkan pelemparan batu di Mina aslinya ditujukan pada iblis matahari. Kesimpulan ini masuk akal jika melihat fakta ritual ibadah haji kaum berhala aslinya bertepatan dengan waktu dimulainya musim semi. Iblis matahari diusir, dan kuasanya berakhir dengan berakhirnya musim panas, yang lalu diikuti dengan penyembahan di Muzdalifah, dimana disini Dewa Petir memberikan kesuburan. Muzdalifah dulunya adalah tempat penyembahan Api. Sejarawan muslim menyebut bukit ini sebagai bukit Api Suci. Dewa di Muzdalifah bernama Quzah, Dewa Petir. Wensinck menyatakan: “Api dinyalakan di bukit keramat yang dinamakan Quzah. Disini mereka berhenti, dan wukuf yg dilakukan disini dahulu kala punya kemiripan banyak sekali dengan yang dilakukan di Sinai, dimana Dewa Petir sama-sama dilambangkan dengan api. Juga ada kebiasaan tradisionil utk membuat kebisingan dan suara-suara sekeras mungkin, ini panggilan utk mendatangkan petir.”[20]
Frazer dalam karyanya The Golden Bough punya penjelasan lain mengenai upacara lempar batu: Kadang motif pelemparan batu ini untuk mengusir roh jahat; kadang untuk mengusir setan, kadang utk mendatangkan kebaikan. Tapi jika kita telusuri kembali ke asalnya ke dalam benak orang-orang primitif, kita temukan bahwa semuanya sama-sama punya prinsip utk menjauhkan kejahatan…. mungkin menjelaskan ritual pelemparan batu. Ide orisinilnya mungkin adalah membersihkan diri dengan mentransfer kekotoran (dosa) pada batu-batu yang mereka lemparkan itu.[21]
Menurut Juynboll, ibadah Haji aslinya punya ciri magis: Tujuannya jaman dulu adalah untuk mendapatkan tahun baik yang banyak hujan dan matahari, kemakmuran dan suburnya ternak serta ladang. Api yang menyala besar di Afatah dan Muzdalifah maksudnya untuk mengundang matahari agar bersinar ditahun yang baru. Air disiramkan ketanah perlambang melawan kekeringan. Melempar batu ditempat-tempat tertentu di Mina, yang merupakan ritual primitif kaum berhala, aslinya perlambang melemparkan segala dosa-dosa tahun lalu dan semacam jimat utk melawan kesialan dan hukuman.[22]
Ritual berlari-lari kecil (islam fanatik akan mengatakan bahwa lari-lari kecil ini adalah bukti bahwa Islam sudah peduli trhadap kesehatan jasmani umatnya melalui ritual joging antara Arafah dan Muzdalifah dan Muzdalifah ke Mina juga punya kepentingan magis. Pesta/Makan-makan pada akhir ritual perlambang kemakmuran yang mereka harapkan datang ditahun baru. Kewajiban-kewajiban yang banyak harus dilakukan para peziarah adalah agar menimbulkan kondisi mental yg magis pada para peziarah.
Catatan Kaki
[5] Dikutip oleh Jeffery , Arthur. The Foreign Vocabulary of the Koran. Baroda, 1938. Hal.1
[6] Dikutip oleh Dashti, hal.94
[7] Dikutip oleh Dashti, hal.1
[8] Dikutip oleh “Animistic Elements in Moslem Prayer” in Muslim World, vol.8. Hal.150 [9] Zwemer, S. “Animistic Elements in Moslem Prayer” in Muslim World, vol.8, Hal.148 [10] Ibid., hal.150
[11] Ibid., hal.157
[12] Noldeke, T. “Arabs (Ancient).” dalam Encyclopaedia of Religion and Ethics, hal 659-72 dalam Encyclopaedia of Religion and Ethics vol.1, hal.659
[13] Noldeke, T. “Arabs (Ancient).” dalam Encyclopaedia of Religion and Ethics, hal 659-72 dalam Encyclopaedia of Religion and Ethics vol.1, hal.665
[14] Margoliouth, D.S. “Ideas and Ideals of Modern Islam”. London, 1905. dalam “Muslim World” vol.20, hal.241
[15] Muir, Sir W. The Life of Muhammad. Edinburgh, 1923. hal.xci.
[16] Zwemer, S. The Influence of Animism on Islam. London, 1920. hal. 158
[17] Noldeke, T. “Arabs (Ancient).” dalam Encyclopaedia of Religion and Ethics, vol1, hal 660
[18] Zwemer, S. The Influence of Animism on Islam. London, 1920, hal.159
[19] Ibid., hal.160
[20] Ibid., hal.159 [21] Ibid., hal.161
[22] Artikel Juynboll ‘Pilgrimage’ dalam Encyclopaedia of Religion and Ethics, vol1.